SRAGEN, diswaysolo.id – Kabupaten Sragen dikenal karena kemampuannya dalam melestarikan budaya dan tradisi lokal yang khas. Tradisi-tradisi ini biasanya dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu.
Di kalangan masyarakat Jawa, bulan Sura merupakan salah satu waktu yang paling dihormati. Pada saat ini, masyarakat mengadakan berbagai tradisi. Setiap daerah di Jawa cenderung memiliki tradisi yang berbeda-beda.
Bulan Sura merupakan bagian dari penanggalan Jawa yang diperkenalkan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma, Raja Mataram Islam pada abad ke-16 Masehi. Setiap daerah di Jawa memiliki tradisi unik yang dilaksanakan setiap tahun pada malam tersebut.
Dalam artikel ini akan kami ulas dengan jelas, Menurut informasi dari sragenkab.go.id, terdapat tradisi menarik yang secara rutin diadakan di Kabupaten Sragen selama bulan Sura. Mari kita simak dan baca sampai habis ya!
Berikut ini tradisi yang ada yaitu Srawung Pasar Tambak dan Larab Slambu Makam Pangeran Samudro:
1. Srawung Pasar Tambak
Pasar Tambak, yang juga dikenal sebagai Pasar Sura, terletak di Kebayanan Cermo, Dusun Sribit, Kecamatan Sidoharjo, Kabupaten Sragen.
Setiap malam Jumat Wage pada bulan Sura, masyarakat mengadakan arak-arakan dari balai desa menuju lokasi petilasan Joko Tingkir, di mana mereka menyelenggarakan pasar malam.
Keunikan pasar ini terletak pada semua barang yang dijual, yang terbuat dari bambu dan berkaitan dengan kebutuhan dapur serta pertanian.
Para pengunjung yang berbelanja di pasar ini juga meluangkan waktu untuk berdoa di galeh (tonggak), yang dipercaya sebagai tempat perahu Joko Tingkir.
Selain aktivitas jual beli, Pasar Tambak juga menyajikan pertunjukan pewayangan, sanggar seni, dan berbagai kegiatan lain yang bertujuan untuk mempererat kerukunan antar warga, khususnya di Dusun Sribit dan Kabupaten Sragen secara umum.
Meskipun merupakan tradisi lokal, banyak pengunjung dari luar Kabupaten Sragen yang datang untuk ikut serta. Pasar Tambak memiliki sejarah yang kaya.
Menurut informasi dari inovasi.sragenkab.go.id, pasar ini terkait dengan kisah seorang Raja dari Yogyakarta yang memerintah di masa lalu.
Raja tersebut memiliki seorang putra bernama Pangeran Giri Noto, yang sejak lahir mengalami masalah kesehatan berupa penyakit kulit.
Sang Raja berupaya mencari cara untuk menyembuhkan putranya dengan berbagai usaha, namun hasilnya belum memuaskan. Dalam keadaan putus asa, sang Raja menerima petunjuk untuk menyembuhkan anaknya dengan melarungnya di Bengawan Solo.
Dengan penuh cinta dan kasih sayang, sang Raja yang sabar, tulus, dan percaya pada kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, melarungkan anaknya menggunakan perahu istimewa bernama Prahu Jorong. Dalam perjalanan itu, sang Raja juga membawa dua pengawal kerajaan untuk menjaga anaknya.
Sang Raja mengungkapkan, “Anakku, aku melarungmu di Bengawan Solo dengan perahu jorong ini. Suatu saat, di tempat di mana bekalmu habis, itulah tempat tinggalmu.”
Setelah beberapa hari menyusuri sungai, ketika bekal tersebut habis, perahu jorong itu bersandar pada hari Jumat Wage, bulan Sura.
Pengawal kemudian membuat patok di tepi sungai untuk mengikat perahu, dan lokasi tersebut menjadi tempat tinggal Pangeran Giri Noto beserta pengawalnya.
Di tempat bersandarnya perahu jorong, mereka membeli bahan makanan dan perlengkapan rumah tangga tanpa tawar-menawar.
Setelah dirasa cukup, Pangeran Giri Noto dan pengawalnya membangun rumah di sekitar area patok perahu jorong, tepat di sekitar tambak.
Seiring waktu, tradisi jual beli ini diwariskan turun-temurun oleh penduduk setempat. Ketika Pangeran dan pengawalnya meninggal, mereka dimakamkan di Desa Tambak (sekarang makam tersebut terletak di tengah Dusun Tambak).
Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, membeli bahan makanan dan peralatan rumah tangga yang dibuat oleh warga Tambak akan mendatangkan berkah dan kelancaran dalam usaha.
Pada hari-hari tertentu, banyak peziarah yang datang untuk berdoa dan singgah di lokasi patok tersebut. Bahkan, setiap bulan Sura malam Jumat Wage, banyak orang datang untuk berbelanja dan mencari berkah.
Yang menarik, setiap delapan tahun sekali, pada malam Jumat Wage Bulan Suro, pasar Tambak ramai dikunjungi oleh warga dari berbagai daerah.
2. Larab Slambu
Larab Slambu di Makam Pangeran Samudro dilaksanakan di Gunung Kemukus, Sragen, setiap tanggal 1 Sura. Prosesi dimulai dengan juru kunci yang melepaskan kelambu makam Pangeran Samudro dan membawanya ke sungai untuk dicuci.
Sementara itu, tujuh tangki air disiapkan dari sumber mata air tua untuk membasuh kelambu tersebut. Larab Slambu di Makam Pangeran Samudro memiliki makna sebagai upaya penyucian diri dalam rangka menyambut tahun baru Hijriah.
Demikian ulasan tentang tradisi menarik yang secara rutin diadakan di Kabupaten Sragen selama bulan Sura. Semoga bermanfaat.