SURAKARTA, diswaysolo.id- Sejarah kerajaan pajang adalah sebuah kerajaan Islam yang berdiri pada tahun 1568 di daerah Kartasura, kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan Demak.
Sejarah kerajaan pajang ini merupakan kerajaan Islam di Jawa Tengah yang didirikan setelah runtuhnya Kerajaan Demak, pendiri Kerajaan Pajang adalah Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya, menantu dari Sultan Trenggono, raja ketiga Kerajaan Demak.
Sejarah kerajaan pajang adalah salah satu kerajaan Islam di Pulau Jawa yang berdiri pada abad ke-16 Masehi, kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kesultanan Demak yang runtuh akibat perebutan kekuasaan antara para adipati.
Mas Karebet atau yang biasa dikenal dengan Jaka Tingkir adalah seorang putra dari Ki Ageng Pengging. Dalam catatan sejarah Jaka Tingkir dikenal sebagai sosok pendiri sejarah kerajaan Pajang yang terletak di Kartasura dan bergelar Sultan Hadiwijaya.
Berikut Fakta Unik Sejarah Kerajaan Pajang:
1.Sejarah
Kerajaan Islam yang didirikan oleh Sultan Hadiwijaya pada tahun 1568 M dan kerajaan ini didirikan setelah runtuhnya Kerajaan Demak. Diperkirakan Kerajaan Pajang terletak di wilayah Kartasura yang merupakan daerah pedalaman di Jawa dan wilayah pemerintahan atau kekuasaan Kerajaan Pajang relatif kecil yang meliputi wilayah Jawa Tengah.
2.Raja-Raja
Berikut ini raja-raja yang pernah memerintah dan memimpin Kerajaan Pajang:
Jaka Tingkir (1568-1583)
Jaka Tingkir merupakan pendiri sekaligus raja pertama dari Kerajaan Pajang, ia diperkirakan memerintah Kerajaan Pajang selama 15 tahun dari tahun 1568-1583.
Arya Pangiri (1583-1586)
Arya Pangiri adalah raja kedua dari Kerajaan Pajang dengan gelar Sultan Ngawantipura, ia berasal dari Demak dan menjadi raja setelah Jaka Tingkir meninggal dunia.
Pangeran Benawa (1586-1587)
Pangeran Benawa merupakan anak dari Jaka Tingkir. Ia memerintah Kerajaan Pajang selama setahun dari tahun 1586-1587, selama menjabat sebagai raja Kerajaan Pajang, Pangeran Benawa bergelar Sultan Prabuwijaya.
3.Pasar Laweyan
Pasar Laweyan merupakan salah satu sentra penjualan batik dan laweyan dulu menjadi daerah perpindahan masyarakat dari Desa Nusupan karena banjir bandang akibat meluapnya Sungai Bengawan Solo.
Bandar Nusupan sebagai pelabuhan transit pada masa Kerajaan Pajang tetap dijalankan fungsinya meskipun warga pindah ke Laweyan, untuk mempermudah transportasi, dibangun bandar baru di Laweyan bernama Bandar Kabanaran.
4.Bandar Kabanaran
Bandar Kabanaran berada di tepi Sungai Jenes, timur Masjid Laweyan dan pembangunan bandar untuk memudahkan arus lalu lintas dagang sekaligus mendukung roda perekonomian Kerajaan Pajang dan bandar Kabanaran dikunjungi pedagang yang mendistribusikan dagangannya menggunakan perahu.
5.Masa Keruntuhan
Sejarah kerajaan pajang ini Jaka Tingkir meninggal setelah sakit yang diakibatkan oleh perang dengan Kerajaan Mataram, kematian ini menyebabkan kerajaan menjadi rentan terhadap perebutan kekuasaan.
Setelah kematian Sultan Hadiwijaya, tahta kerajaan diambil alih oleh Arya Pangiri, anak dari Sultan Prawoto, raja keempat Kerajaan Demak.
Kepemimpinan Arya Pangiri yang tidak memperhatikan kesejahteraan rakyat menyebabkan kondisi rakyat Pajang semakin buruk, memperburuk situasi dan mempercepat keruntuhan kerajaan.
Pada akhirnya, Kerajaan Pajang runtuh dan wilayahnya diambil alih oleh Kerajaan Mataram, membentuk dasar bagi pembentukan Kerajaan Mataram Islam yang lebih besar dan lebih kuat.
6.Pasar Laweyan
Salah satu peninggalan yang menjadi saksi kebesaran Kerajaan Pajang adalah Pasar Laweyan, yang sekarang menjadi Kampung Batik Laweyan.
Dulunya Pasar Laweyan merupakan pusat kegiatan perdagangan masyarakat Kerajaan Pajang. Saat itu, daerah ini sudah menjadi pusat pengembangan seni batik, yang dipelopori oleh Kiai Ageng Henis.
7.Makam Sultan Hadiwijaya
Sejarah kerajaan pajang ini terdapat dua kompleks pemakaman yang diyakini sebagai peristirahatan terakhir bagi Sultan Hadiwijaya, yakni Kompleks Makam Raja-Raja Mataram Islam di Kotagede, Yogyakarta, dan kompleks pemakaman di Dusun Butuh, Gedongan, Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
Konon Sultan Hadiwijaya awalnya memang dimakamkan di Sragen, tetapi kemudian dipindahkan oleh Panembahan Senopati ke Kotagede.