SURAKARTA, diswaysolo.id – Keraton Surakarta Hadiningrat mengadakan puncak perayaan Sekaten atau Maulid Nabi Muhammad SAW pada Senin (16/9/2024) lalu. Puncak acara Sekaten ditandai dengan turunnya gunungan hasil bumi dari Keraton yang akan diperebutkan di Masjid Agung Surakarta.
Salah satu momen penting dalam Sekaten adalah selesainya pertunjukan Gamelan Sekaten di Bangsal Pradangga Masjid Agung pada malam Minggu (15/9/2024). Gamelan yang merupakan warisan dari kerajaan Demak ini akan disimpan kembali di Keraton dan akan dimainkan lagi pada perayaan Sekaten tahun depan.
Dalam artikel ini akan kami ulas mengenai puncak perayaan Sekaten di Solo yang di tandai dengan turunnya gunungan Keraton.Mari kita simak dan baca sampai habis ya!
Peringatan hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Menurut informasi dari situs resmi Pemerintah Kota Solo, tradisi Sekaten merupakan acara tahunan yang selalu diadakan di Kota Solo. Sekaten kaya akan simbol-simbol, sehingga tidak hanya memiliki makna dalam tradisi Jawa, tetapi juga berfungsi sebagai sarana penyebaran agama Islam.
Acara ini juga menjadi peringatan Maulid atau hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang pelaksanaannya berada di bawah naungan Keraton Surakarta.
Terdapat serangkaian acara dalam perayaan sekaten. Pertama, dilaksanakan Miyos Gongso, yaitu pemindahan gamelan dari keraton ke Masjid Agung Surakarta. Pada malam terakhir, Minggu (15/9/2024), abdi dalem Keraton Surakarta yang bertugas sebagai pengrawit akan memainkan Gamelan Sekaten di Bangsal Sekati Masjid Agung Surakarta.
Gamelan Kyai Guntur Madu ditempatkan di sisi selatan atau kanan halaman masjid sebagai simbol Syahadat Tauhid, sedangkan gamelan Kyai Guntur Sari diletakkan di sisi utara atau kiri masjid sebagai simbol Syahadat Rasul.
Selanjutnya, gamelan akan dibunyikan selama tujuh hari berturut-turut, dari tanggal 5 hingga 12 Rabiul Awal. Pada masa lalu, momen ini bertujuan untuk mengundang masyarakat agar datang ke Masjid Agung dan melaksanakan ibadah.
Bahan – bahan pembuatan gunungan
Kedua, setelah pelaksanaan Miyos Gongso, diadakan Grebeg Maulud, yang merupakan puncak dari rangkaian acara sekaten. Dua gunungan akan diarak dari keraton menuju Masjid Agung dan menjadi rebutan warga setempat.
Gunungan tersebut dikenal sebagai gunungan kakung (laki-laki) dan gunungan estri (perempuan), yang melambangkan keseimbangan dalam kehidupan.
Bahan yang digunakan untuk kedua gunungan ini berbeda. Gunungan kakung biasanya terdiri dari kacang panjang, telur, wortel, terong, cabai merah besar, mentimun, dan berbagai jenis sayuran lainnya.
Sementara itu, gunungan estri diisi dengan beras ketan (rengginang), berbagai kue yang dikenal dengan sebutan ilat-liatan, entul-entul, kucu, serta dihias dengan perpaduan makanan berwarna-warni yang semuanya terbuat dari tepung ketan untuk menambah kesan meriah.
Setelah kirab dilakukan, para abdi dalem dan kerabat keraton melaksanakan doa untuk gunungan. Doa ini diharapkan dapat mendatangkan kelimpahan nikmat dan menciptakan harmonisasi dalam hidup, baik dengan sesama maupun dengan alam semesta. Setelah itu, gunungan dibawa keluar dari Masjid Agung.
Pada momen ini, masyarakat berlomba-lomba untuk mendapatkan bahan penyusun dari masing-masing gunungan. Mereka meyakini bahwa mengonsumsi bahan-bahan dari gunungan Sekaten dapat memperlancar rezeki dan mendatangkan berkah.
Banyak orang meyakini bahwa tradisi berebut gunungan membawa berkah bagi mereka yang beruntung mendapatkan makanan dari gunungan tersebut. Namun, ada pula yang memandangnya sebagai sekadar mitos.
Meskipun demikian, kita perlu menjaga tradisi ini. Hal ini karena tradisi ini merupakan warisan dari nenek moyang yang memiliki makna positif bagi seluruh umat. Selain itu, sekaten juga berfungsi sebagai sarana penyebaran agama Islam di Kota Solo.
Demikian ulasan tentang puncak perayaan Sekaten di Solo yang di tandai dengan turunnya gunungan Keraton. Semoga bermanfaat.