Mengungkap Festival Sekaten di Kota Solo, Sarana Dakwah Sunan Kalijaga

Festival Sekaten di Kota Solo sudah ada sejak dahulu
Festival Sekaten di Kota Solo sudah ada sejak dahulu

SURAKARTA, diswaysolo.id – Festival Sekaten resmi dibuka di Taman Sriwedari pada Jumat malam (23/8/2024). Acara serupa juga diselenggarakan di Benteng Vastenburg, Pagelaran Keraton Solo, area parkir Pasar Klewer Timur, serta pelataran Masjid Agung Solo.

Banyaknya lokasi yang digunakan merupakan hasil revitalisasi kawasan Alun-Alun Utara dan Selatan Keraton Solo. Tundjung W. Sutirto, seorang pemerhati budaya dari Kota Solo, menjelaskan bahwa tradisi Sekaten di Keraton Solo dan Kasultanan Jogja telah ada sejak zaman Kerajaan Demak.

Sekaten merupakan sebuah perayaan yang berbentuk pasar malam, yang pada awalnya diinisiasi oleh Sunan Kalijaga sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran Islam.

Dalam artikel ini akan kami telusuri tentang Festival Sekaten di Kota Solo yaitu sarana dakwah Sunan Kalijaga. Mari kita simak dan baca sampai selesai ya!

Asal muasal sekaten di Kota Solo

Terdapat beberapa versi mengenai asal usul nama Sekaten. Beberapa orang mengaitkannya dengan dua kalimat syahadat atau syahadatain.

Ada pula yang berpendapat bahwa nama Sekaten berasal dari gamelan milik keraton yang selalu dimainkan saat memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

Pada masa Kasultanan Demak, Sekaten diadakan untuk menarik masyarakat agar berkumpul di lapangan depan Masjid Demak.

Masyarakat menyambut dengan antusias, karena terdapat hiburan pasar malam dan suasana yang meriah.

“Tujuan dari kedatangan masyarakat ke area depan Masjid Demak adalah agar Sunan Kalijaga dapat menyebarkan dakwah Islam.Ini merupakan agama yang baru bagi sebagian orang yang pada waktu itu masih menganut Hindu,” jelas Tundjung.

Tundjung menambahkan bahwa inti dari perayaan Sekaten adalah untuk menyebarkan syiar Islam. Tradisi ini kemudian dilanjutkan hingga saat ini di Keraton Solo dan Yogyakarta.

“Ini merupakan bentuk penegasan identitas, bahwa kedua keraton (Solo dan Yogyakarta) adalah penerus dari era kerajaan Mataram Islam,” ungkap Tunjung

Baca Juga:  Beragam Keunikan di Surakarta, Kota Ternyaman Yang Dikenal dengan The Spirit of Java

Mengenai penggunaan gamelan dalam tradisi Sekaten, Tundjung menjelaskan bahwa gamelan berfungsi sebagai penanda atau simbol.

Terutama dalam perayaan Sekaten di Keraton Solo, di mana dimainkan pusaka keraton berupa seperangkat gamelan yang dikenal dengan nama Kanjeng Kyai Guntur Sari dan Kyai Guntur Madu.

“Dua perangkat gamelan tersebut saat Sekaten diletakkan di dua bangsal di halaman Masjid Agung Solo, yaitu bangsal Pradangga Lor dan Pradangga Kidul, ” jelas Tundjung.

Dipercaya bahwa saat gamelan dimainkan dan mengundang masyarakat untuk hadir serta menikmati sirih (nginang), diikuti dengan prosesi menggit bersamaan dengan bunyi gong, itu merupakan pertanda datangnya berkah.

Pada saat perayaan Sekaten di halaman Masjid Agung Solo, banyak pedagang yang menawarkan sirih. Gamelan akan dimainkan selama tujuh hari menjelang puncak perayaan Sekaten, khususnya saat kirab gunungan dari keraton menuju masjid, jelas Tunjung.

Di Solo, Sekaten berlangsung selama sebulan penuh. Sebagai acara tahunan, Sekaten tidak hanya sekadar tradisi, tetapi juga berfungsi sebagai sarana untuk mempromosikan potensi industri mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

“Mengapa sebulan? Itu berkaitan dengan bulan Maulid. Momentum pasar malam ini menarik pengunjung dari berbagai kalangan, sambil menikmati berbagai hiburan yang disediakan. Intinya, tidak ada batasan waktu khusus untuk durasi pelaksanaan,” tambah Tunjung.

Puncak perayaan Sekaten ditandai dengan Grebeg Mulud, yang berupa kirab gunungan dari keraton menuju Masjid Agung Solo. Terdapat dua gunungan yang dikirab, yaitu Gunungan Kakung (laki-laki) dan Gunungan Estri (perempuan).

“Dua gunungan ini melambangkan keseimbangan kehidupan. Gunungan Kakung berisi sayuran, sedangkan Gunungan Estri berisi jajanan pasar seperti rengginang, berbagai kue, entul-entul, dan cucur. Semua bahan yang digunakan terbuat dari tepung ketan,” jelas Tunjung.

Baca Juga:  Sejarah Kuliner Khas Solo Pada Zaman Penjajahan, Bukti Kreativitas Orang Surakarta

Demikian penelusuran tentang  Festival Sekaten di Kota Solo yaitu sarana dakwah Sunan Kalijaga. Semoga bermanfaat.