Intip Fakta Keunikan Tradisi Sekaten Surakarta, Ada sejak Zaman Belanda

TRADISI SEKATEN - Intip fakta keunikan tradisi Sekaten Surakarta.
TRADISI SEKATEN - Intip fakta keunikan tradisi Sekaten Surakarta.

SURAKARTA, diswaysolo.id- Keunikan tradisi sekaten ini sebagai peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW menjadi acara rutin tahunan di antaranya di Kota Solo dan Jogja.

Keunikan tradisi sekaten ini merupakan acara tahunan yang digelar di Kota Solo sejak abad ke-15, acara ini merupakan tradisi yang dilakukan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

Keunikan tradisi sekaten ini merupakan peringatan hari lahir atau Maulud Nabi Muhammad SAW pada tanggal 12 Rabiul Awal atau bulan Mulud dalam kalender Jawa.

Keunikan tradisi sekaten ini merupakan tradisi yang dilakukan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw,karena tradisi ini selalu terjaga, maka tak heran di setiap pelaksanaannya selalu banyak warga di Solo dan Yogyakarta yang antusias untuk turut meramaikan.

Berikut Fakta Unik Tradisi Ini:

1.Asal-usul Sekaten

Sekaten terus menerus dilestarikan oleh Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa Tengah, di anataranya Kerajaan Demak, Pajang, dan Mataram hingga Kasunanan Surakarta, dan Kesultanan Ngayogyakarta.

Dilansir dari situs laman resmi Keraton Yogyakarta, Sekaten berasal dari Bahasa Arab ‘syahadatain’ yang berarti dua kalimat syahadat, para Wali akan membunyikan Gamelan Sekati untuk menarik perhatian masyarakat.

2.Bahasa Arab

Nama Sekaten merupakan adapatasi dari istilah Arab ‘syahadatain’ yang artinya dua kalimat syahadat, kalimat syahadat merupakan bagian dari Rukun Islam, yakni sebuah pernyataan kepercayaan sekaligus pengakuan atas ke-esaan Allah dan Muhammad sebagai rasul-Nya.

3.Sekaten Pertama

Meskipun saat ini tradisi Sekaten hanya diadakan di Kompleks Keraton Jogja dan Solo, namun Sekaten pertama kali diadakan di Demak, sudah ada sejak zaman Kerajan-kerajaan Islam di Jawa Tengah , yakni Kerajaan Demak, Pajang, dan Mataram dan tradisi ini pertama kali diadakan pada zaman Kesultanan Demak, bertempat di halaman Masjid Agung Demak.

Baca Juga:  Pilkada Solo 2024, Respati-Astrid Sementara Memperoleh Suara Tertinggi

4.Siarkan Agama Islam

Tradisi ini merupakan salah satu upaya para Wali dalam menyiarkan agama Islam di Jawa Tengah, para Wali membunyikan Gamelan Sekati untuk menarik perhatian masyarakat yang pada zaman itu menyukai gamelan dan saat masyarakat sudah berkumpul, para Wali akan berdakwah mengenai agama Islam.

5.Gamelan Berbunyi 7 hari

Keunikan tradisi sekaten ini gamelan yang di keluarkan dari Kraton ke area Masjid Gedhe Kauman (Yogyakarta)/Masjid Agung Kraton (Surakarta) akan ditabuh selama tujuh hari berturut-turut, sejak pagi hingga tengah malam secara bergantian dan gamelan akan berhenti ditabuh ketika memasuki waktu sholat.

6.Gending Khusus

Penabuh gamelan atau niyaga hanya memainkan gending khusus secara berulang-ulang, kiai Guntur Madu memainkan gending Rambu dan sedangkan Kiai Guntur Sari memainkan gending Rangkung.

7.Tradisi Nginang

Saat gamelan dibunyikan, masyarakat seperti diberi kode untuk melakukan tradisi nginang atau mengunyah kinang, kinang terdiri dari lima unsur, yaitu daun sirih, injet, gambir, tembakau dan bunga kantil.

“Nginang dipercaya agar mendapatkan rahmat Tuhan agar panjang umur, semoga tahun depan bisa datang lagi ke sekaten,” ujar Dipo.

8.Mainan Khas

Keunikan tradisi sekaten ini selama gelaran sekaten, pedagang mainan khas selalu berjualan di kompleks Masjid Agung Surakarta dan mainan tersebut antara lain gasing bambu dan pecut.

Selain kinang dan mainan khas sekaten, pedagang telur asin juga ikut meramaikan suasana di Masjid Agung Surakarta, telur asin pun memiliki makna tersendiri.