SURAKARTA, diswaysolo.id- Keraton Surakarta atau Solo rutin menggelar tradisi warisan budaya untuk menyambut tahun baru Jawa yang bersamaan dengan tahun baru Islam atau Hijriah.
Bagi masyarakat Jawa di Indonsia tahun Baru Hijriyah dikenal dengan Malam 1 Suro dan merupakan momen yang amat sakral, masyarakat Jawa di Indonesia melakukan tradisi warisan budaya sesuai dengan daerahnya masing-masing.
Tradisi warisan budaya ini merupakan pelaksanaan kirab pusaka Malam 1 Suro di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat atau Keraton Solo.
Di malam yang istimewa pada tanggal 1 Suro, keramaian dan kegembiraan memenuhi suasana di sekitar Keraton Kasunanan Surakarta, acara tahunan yang telah dilakukan selama berabad-abad ini menjadi salah satu bagian tak terpisahkan dari tradisi warisan budaya.
Berikut Informasi Singkat Tentang Tradisi Ini:
1.Upacara Khas
Sebelum kirab dimulai, para abdi dalem dan peserta kirab melaksanakan prosesi upacara tradisi yang khas, Keraton Kasunanan Surakarta memegang teguh nilai-nilai kearifan lokal, dan hal ini tercermin dalam setiap tahap prosesi yang dilaksanakan.
Pada malam yang bersejarah itu, Raja Keraton Kasunanan Surakarta, Paku Buwono XIII, turut memimpin prosesi wilujengan, menambah nuansa khidmat dari acara ini.
2.Kerbau Bule
Pukul 23.00 WIB, kirab pun dimulai dengan lima ekor kebo bule yang telah dipersiapkan dengan seksama, meskipun sebelumnya direncanakan akan ada enam ekor kebo bule, tetapi karena satu ekor di antaranya melahirkan, hanya lima ekor yang menjadi cucuk lampah kirab.
Meski demikian tujuh pusaka yang berharga tetap turut serta dalam prosesi ini, melambangkan kekuatan roh nenek moyang yang menyertai acara sakral ini.
3.Loneceng Berbunyi
Suara lonceng yang menggema di halaman Keraton tepat pukul 00.00 WIB menandakan dimulainya kirab dengan diikuti 12 kali bunyi lonceng.
Para peserta kirab, termasuk Kanjeng Gusti Adipati Anom Sudibyo Rajaputra Narendra Ing Mataram yang berada di barisan depan, berjalan dengan khidmat mengiringi kelima ekor kerbau bule yang menjadi pusaka simbolik dalam tradisi ini.
4.Rute Kirab
Rute kirab yang berlangsung sejauh tujuh kilometer dihentakkan dengan kidmat, menyusuri perjalanan melalui rute Supit Urang, Jalan Pakubuwana, Gapura Gladag, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Mayor Kusmanto, Jalan Kapten Mulyadi, Jalan Veteran, Jalan Yos Sudarso, dan akhirnya kembali ke Keraton Solo, para peserta merasakan kebersamaan dan semangat gotong-royong yang erat menyatu dalam setiap langkah mereka.
5.Nilai-Nilai
Tradisi warisan budaya ini merupakan warisan budaya yang tak ternilai harganya bagi masyarakat Surakarta dan selain menjadi perayaan tradisi yang penuh warna dan kegembiraan, kirab ini juga menjadi pengingat penting akan akar budaya dan sejarah nenek moyang yang patut dilestarikan bagi generasi mendatang.
6.Kegiatan Menarik
Kegiatan yang digelar di Keraton Kasunanan Surakarta ini telah berhasil menarik minat para wisatawan dari berbagai penjuru dunia, menampilkan kekayaan budaya Indonesia secara gemilang.
Semoga tradisi kirab pusaka malam 1 Suro tetap lestari dan terus dirayakan dalam semangat kebersamaan untuk seluruh generasi masa depan.
Merayakan keunikan budaya lokal seperti ini adalah langkah penting dalam melestarikan warisan nenek moyang kita dan memperkuat keberagaman budaya Indonesia.
7.Sejarah Singkat
Dikutip dari laman Pemerintah Kota Surakarta, Kirab Pusaka satu Suro adalah tradisi turun-temurun di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Tradisi ini sudah ada sejak kepemimpinan Raja Pakubuwono X yang memerintah dari 1893 hingga 1939, rutinitas tersebut kemudian berkembang menjadi sebuah tradisi yang terus dilestarikan oleh kerabat Keraton Solo hingga saat ini.
8.Ritual Sakral
Tradisi warisan budaya ini peserta Kirab 1 Suro Keraton Kasunanan Surakarta mengenakan pakaian khusus yang wajib dipatuhi, bagi peserta pria memakai busana adat Jawa berwarna hitam atau busana Jawi jangkep. Peserta kirab wanita kebaya berwarna hitam.
Ritual saat kirab berlangsung, peserta kirab dilarang berbicara satu sama lain yang dikenal sebagai tapa bisu, makna ritual ini sebagai perenungan diri terhadap apa yang telah dilakukan selama setahun lalu.