DISWAYSOLO.IDÂ – Sejarah Keraton Surakarta Hadiningrat di Solo, Jawa Tengah merupakan bangunan bersejarah yang dimiliki Indonesia hingga saat ini. Bangunan dengan arsitektur Jawa memberikan ciri khas tempat ini.
Keraton Surakarta Hadiningrat di Solo juga sangat di kenal banyak orang dengan perjuangan tokoh Pakubowono II yang turut serta melawan penjajah Belanda. Tentunya dengan sejarah tersebut membuat masyarakat turut merawatnya.
Di sisi lain Keraton Surakarta Hadiningrat memiliki destinasi wisata bersejarah yang bisa Anda kunjungi saat liburan di Solo. Akses jalan yang mudah membuat pengunjung tidak perlu bingung mencarinya di google maps.
Berikut sejarah Keraton Surakarta Hadiningrat di Solo yang menjadi awal dari pembagian kerajaan di Jawa tengah. Serta kebudayaan yang tidak hilang sampai sekarang.
Sejarah Keraton Surakarta Hadiningrat di Solo
Keraton Surakarta dibangun pada tahun 1744 dan menjadi istana Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Susuhan Pakubuwono II (Sunan PB II) adalah sosok yang membangun Keraton Surakarta.
Keraton Surakarta sendiri didirikan sebagai pengganti Keraton Kartasura yang hancur akibat Geger Pecinan pada 1743. Geger Pecinan sendiri merupakan konflik yang mengakibatkan kehancuran Keraton Kartasura.
Pakubuwono II yang kala itu menjadi sasaran pemberontak pun terpaksa melarikan diri ke Ponorogo. Setelah kembali ke Kartasura, Pakubuwono II memindahkan keraton dari Kartasura ke Desa Sala.
Desa Sala dipilih karena beberapa karena posisinya yang dekat dengan Sungai Bengawan Solo. Kala itu, Sungai Bengawan Solo menjadi situs penting untuk melakukan kegiatan ekonomi, sosial dan politik.
Akhirnya pada 1746, Keraton Surakarta di Desa Sala mulai ditempati meski belum sepenuhnya selesai dibangun. Kemudian pembangunan Keraton Surakarta dilanjutkan oleh para penerusnya.
Tragedi Geger Pecinan
Selanjutnya dalam sejarah Keraton Surakarta di Solo, saat itu terjadi peristiwa Geger Pecinan, yaitu pemberontakan etnis Tionghoa dan pribumi melawan pemerintah Belanda. Dalam situasi genting ini, Pakubuwono II awalnya berpihak kepada etnis Tionghoa dan warga pribumi.
Akan tetapi, kekalahan pasukan mereka melawan serdadu Belanda pada awal 1742 membuat Pakubuwono II membelot. Dia pun kembali bersekutu dengan Belanda yang menyebabkan masyarakat China da rakyat Mataram kecewa.
Kelompok yang kecewa itu kemudian menyerang istana Mataram di Keraton Kartasura yang dipimpin oleh Raden Mas Garendi atau Sunan Kuning. Pasukan ini berhasil menguasai istana pada 30 Juni 1742.
Dalam situasi genting ini Pakubuwono II sebagai raja berhasil melarikan diri bersama putra mahkota didampingi Kapten Belanda bernama Johan Andries van Hogendorff menuju Ponorogo, Jawa Timur.
Penguasaan Mas Garendi atas istana Mataram di Kartasura tidak berlangsung lama. Sebab, pihak lain yaitu Cakraningrat IV berhasil merebut istana Kartasura. Akan tetapi, setelah Cakraningrat berhasil dibujuk Belanda, keadaan menjadi aman.
November 1742, Pakubuwono II dapat kembali ke Keraton Kartasura dan menduduki kembali takhtanya. Namun akibat penyerangan sebelumnyam Keraton Kartasura rusak berat. Dalam kepercayaannya, bangunan yang sudah rusak tidak boleh dibangun kembali karena akan mendatangkan musibah.
Demikian informasi mengenai sejarah Keraton Surakarta Hadiningrat di Solo sebagai warisan leluhur yang patut kita jaga bersama. Semoga bermanfaat. (*)